ingin tau gimana sih cara menggali bakat diri kita???
untuk lebih jelasnya klik SELENGKAPNYA....
semoga bermanfaat...
Dalam setiap bidang, orang selalu mengkaitkan keahlian seseorang dengan bakat. Jika orang mampu melakukan sesuatu hal dengan sangat baik, maka orang akan berpendapat bahwa yang bersangkutan memang berbakat dalam bidang tersebut. Sedangkan jika orang tidak mampu menunjukkan kualitas karyanya, maka orang akan berpendapat bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai bakat. Pandangan inipun kerap diterapkan untuk diri sendiri.
Ketika kita mampu mengerjakan berbagai soal matematika dengan baik, kita cenderung berpendapat bahwa kita berbakat di bidang matematika. Namun ketika kita tidak mampu menulis dengan baik, kita pun pasrah bahwa kita memang tidak berbakat untuk menulis. Benarkah pendapat seperti ini?
Soal bakat sampai sekarang masih menjadi suatu misteri yang diperdebatkan banyak orang. Sebagian orang berpendapat bahwa orang tidak seharusnya tergantung pada bakat. Ungkapan Edison yang legendaris, yakni “Untuk berhasil orang hanya membutuhkan 10% bakat, dan 90% kerja keras atau usaha” memperkuat argumen ini. Namun di pihak lain, tidak sedikit orang yang percaya bahwa bakat sangatlah dominan menentukan berhasil tidaknya seseorang dalam suatu bidang.
Mereka berpendapat bahwa bakatlah yang memampukan mereka mengerjakan sesuatu dengan lebih baik daripada rata-rata orang. Menurut mereka setiap orang mempunyai bakatnya masing-masing. Pendapat ini diperkuat oleh Howard Gardner dengan teori Kecerdasan Majemuk yang dicetuskannya. Nah, mana yang benar?
Sejujurnya saya sendiri juga tidak tahu mana yang benar. Namun dalam tulisan ini saya ingin berbagi pengalaman saya yang berkaitan dengan bakat dalam bidang menulis.
Sekitar tahun 1980-an saya membeli buku karya Arswendo Atmowiloto yang berjudul Mengarang Itu Gampang. Buku tersebut merupakan buku tentang menulis yang pertama kali saya baca dan pelajari. Arswemdo berpendapat bahwa menulis itu gampang karena bisa dipelajari (lihat Arswendo, halaman Prakata).
Kini, setelah dua puluh tahun lebih belajar menulis, ternyata saya belum benar-benar bisa menulis dengan baik. Selama kurun lebih dari dua dasawarsa saya telah mempelajari ratusan buku tentang menulis. Namun saya belum juga mampu menghasilkan banyak karya tulis yang dipublikasikan. Memang saya sering mengirim tulisan-tulisan ke berbagai media massa dan pernah juga mengirim naskah buku ke penerbit. Akan tetapi sampai sekarang tidak banyak artikel saya yang dimuat di majalah atau koran. Apakah ini berarti saya tidak mempunyai bakat menulis?
Bakat berarti kemampuan dasar atau kemampuan bawaan sejak lahir. Artinya orang yang memiliki bakat tertentu sebenarnya ia telah mempunyai kemampuan tersebut sejak lahir. Bakat membuat orang mampu mengerjakan sesuatu kegiatan lebih gampang dengan hasil yang lebih baik daripada orang lain yang tidak mempunyai bakat. Bakat juga membuat orang lebih cepat mempelajari atau menguasai suatu keterampilan. Jika memang demikian pengertian bakat, jelas saya tidak mempunyai bakat menulis.
Arswendo berpendapat bahwa yang disebut bakat itu mempunyai minat terus-menerus yang tak mudah patah(lihat Arswendo halaman Prakata). Jika ini yang disebut bakat, saya merasa mempunyai bakat menulis. Sampai sekarang minat saya untuk menulis tetap terjaga dengan baik meski menghadapi banyak rintangan. Sementara itu ada orang yang mampu menulis lebih baik daripada saya tetapi tidak berminat menjadi penulis.
Saya tidak sepenuhnya sependapat dengan Arswendo. Kenyataannya minat dan bakat adalah dua hal yang berbeda. Ada orang yang berbakat tetapi tidak berminat. Ada juga orang yang berminat tetapi kurang berbakat. Kondisi yang terakhir ini lebih sering membuahkan hasil daripada kondisi yang pertama. Tentu saja yang ideal adalah mempunyai bakat dan sekaligus berminat.
Sebenarnya bakat itu sendiri bersifat relatif. Maksud saya, jarang sekali ada orang yang benar-benar mempunyai bakat yang lengkap dalam suatu bidang. Misalkan seseorang yang berbakat dalam bidang matematika, padahal dalam matematika sendiri ada statistika, aljabar, aritmetika, kalkulus, dan sebagainya. Bisa jadi seseorang mempunyai bakat di bidang statistika lebih besar daripada aljabar. Demikian juga dalam bidang menulis, ada fiksi dan non fiksi. Baik fiksi dan non fiksi masih banyak lagi ragamnya. Jadi rasanya jarang sekali kalau tidak boleh dikatakan tidak ada orang yang memiliki bakat yang lengkap dalam satu bidang. Sebaliknya saya juga percaya, jarang sekali orang sama sekali tidak memiliki bakat dalam suatu bidang, hanya mungkin yang bersangkutan kurang berminat menekuninya.
Saya kira tidaklah bijaksana membiarkan minat yang menentukan apakah kita akan belajar sesuatu atau tidak. Jika kita memang berminat terhadap sesuatu hal misalnya menulis, dengan minat yang terus-menerus seperti tulis Arswendo, suatu saat kita juga bisa menulis dengan baik. Masih banyak sekali hal yang menentukan kita berhasil menguasai suatu keterampilan atau tidak. Cara kita mempelajari sesuatu juga sangat menentukan, bukan? Kini para ahli pendidikan mengembangkan cara belajar yang lebih efektif. Nah, jika kita merasa kurang berbakat dalam suatu bidang, tentu akan lebih tertolong jika kita mempunyai minat dan cara belajar yang benar.
Video Apresiasi Anak Negeri
No Comments
Menggali Potensi dalam Diri
.
